Selasa, 21 Juni 2011

Tukang Bangunan Bali di Ujung Zaman

Pagi ini, Bli Rasta, tukang bangunan yang bekerja di rumah saya untuk membangun dapur bercerita dadanya sakit setelah meminum obat yang dikasi dokter untuk luka infeksi di ibu jari kaki sebelah kanan. Dadanya terasa panas, dan pil itu terasa nyangkut di tenggorokan.  Jari kakinya luka kena bambu runcing yang dipakai sebagai ‘perantos’ jembatan penyangga untuk naik. Sebenarnya kenanya sudah dua minggu yang lalu, tapi karena kurang istirahat total, lukanya jadi infeksi, banteh, kalau orang Bali bilang.
Saya heran,  bukannya aturan minum obatnya 2 x 1, artinya dua kali sehari. Saya tahu karena saya yang mengantar ke rumah sakit. Ternyata benar, dia langsung memukul dahinya, ternyata dia salah sangka dua tablet diminum sekaligus sekali sehari. Saya dan tukang lainnya, langsung terpingkal-pingkal, senang bercampur kasihan. Ironis sekali kami, tertawa diatas penderitaan orang.
Bli Rasta (45 tahun) beserta 4 temannya yang lain (3 laki-laki termasuk dia, 2 perempuan) sedang bekerja di rumah untuk membangun dapur. Sudah lebih dari 30 hari mereka bekerja dirumah. Setiap hari ada saja cerita-cerita lucu dari mereka untuk memeriahkan suasana. Kalau tidak becanda, suasana kerja jadi membosankan kata mereka. Jadi sibuklah mereka mengolok-olok satu sama lain.
Sambil menyuapi anak makan, saya senang memperhatikan tukang ini bekerja. Sembari ngobrol kesana kesini, dari topik urusan seksual sampai Alm Ruyati yang baru dihukum pancung. Ada seorang tukang yang belum menikah di usianya yang sudah hampir 45 tahun, dialah yang suka diolok-olok oleh tukang lainnya terutama oleh tukang perempuan.
Para tukang bangunan di Bali, terengah-engah berkompetisi dengan tukang dari luar. Sebagian besar berasal dari Jawa, ada beberapa dari Nusa Tenggara Timur. Salah seorang sepupu suami, yang mempunyai usaha membuat rumah knock down dari kayu, lebih cenderung memilih tukang dari Jawa atau Nusa Tenggara Timur, kerjanya lebih rapi dan tidak neko-neko.
“tukang Bali mungkin orang seni ya.. mereka kerja dengan suasana hati. datang jam 8, terus ngopi dulu 10 menit. Baru mereka mulai kerja. Karena dibayar harian jadi mereka gak ngoyo kerjanya. Terus pulang, teng jam 5 sore. Belum lagi jajan dan camilan lain, banyaklah cost-nya” kata Tude sepupu suami saya suatu kali.
Tentang suguhan juga ada cerita menarik. Umumnya tuan rumah, akan menyambut tukang di pagi hari dengan kopi dan jajanan untuk pengganjal perut di pagi hari. Tapi perlakuan ini tentu beda untuk setiap rumah. ada yang juga memberi selingan cemilan untuk menjelang siang dan sore hari, seperti coffee break begitu. Siang hari ketika mereka kembali dari istirahat makan siang, mereka juga disuguhi kopi lagi. ketika saya tanya, apa tidak sakit perutnya minum kopi dua kali sehari. Tukangnya bilang malah kalau mereka tidak minum kopi, staminanya tidak fit. Bli Rasta menambahkan, ketika mereka kerja disatu rumah, setiap hari mereka dikasi Ekstra Joss, minuman penambah energy, yang dicampur dengan air es. Ada juga kebiasaan kalau sudah mau pasang atap, tuan rumah akan menyungguhkan makanan (biasanya nasi lawar) untuk para tukang, sebagai syukuran pekerjaan mereka sudah hampir selesai.
Iya para tukang bangunan di Bali, sebagian besar memang di bayar harian, upahnya tergantung keahliannya, kalau tukang kayu upahnya berkisar antara 60-80 ribu perhari, kalau tukang batu sekitar 45 – 60 ribu, kalau tukang serabutannya (pengayah atau tukang luluh, istilahnya, biasanya perempuan- istri atau saudara dari tukang batu yang ikut kerja) upahnya berkisar antara 35-45 ribu per hari. Namun ada juga beberapa tukang Bali yang tidak dibayar harian, setahu saya yang pernah kerja dirumah itu tukang pasang keramik lantai. Mereka minta bayaran 20ribu per meter persegi. Itu dulu tahun 2004, mungkin sekarang sudah berubah. Bapak mertua saya, yang biasa tinggal di Surabaya dengan model buruh borongan, tanya berapa upah borongan untuk pasang paving block? Nah saya bingung juga jawabnya. Karena biasanya dirumah, kami memanggil tukang dibayar harian. Tukangnya darimana? Ya tukang-tukang dari banjar sendiri. Kadang grup ini kadang grup itu.
Nah tentang grup, beda lagi ceritanya. Jadi pengalaman kami membangun, ketika kami memercayai pengerjaannya pada tukang A, tukang A akan mengerahkan pasukan di grupnya. Kalau jumlah kelompoknya 5 orang, dia akan mengerahkan 5 orang. Tapi kalau kelompoknya 12 orang, maka kami juga harus mempekerjakan 12 orang! Kalau misalnya banyak orderan, kelompok yang 12 orang ini akan bagi-bagi tugas, 4 orang di rumah A, sisanya di rumah B atau C, tapi kalau jumlah grupnya kecil, maka mereka harus mencicil, selesai di rumah A baru ke rumah B. Solidaritas mereka sangat erat, mereka tidak akan meninggalkan salah seorang sekompok kalau salah satunya mendapat order-an. Begitu juga harapan mereka ketika mereka tidak dapat, sementara teman lainnya dapat. Mungkin karena lagi sepi orderan, jadi pernah dirumah kami kebanjiran tukang berjumlah 12 orang, untuk membangun bale daja dan kamar di belakang. Rumah jadi terasa sesak penuh dengan orang.
Uniknya ketika jumlah ini digabung dengan bayaran. Jadi kalau dia tukang kayu tetapi juga mengambil kerjaan batu, dia harus tetap di bayar sebagai tukang kayu. Jadi ongkos hariannya, menetap dan melekat dimanapun dia bekerja dan kerja apapun yang dia ambil. Kembali ke kelompok, ada beberapa kelompok sekarang sudah mulai professional. Mereka dikoordinir oleh satu orang bos, dan si bos yang mencari order-an. Biasanya si bos, selalu punya bengkel kerja yang dilengkapi dengan toko bangunan dan peralatan mesin pemotong, penyerut dan lain sebagainya. Beberapa bos tukang bangunan terkenal di Sukawati dan sekitarnya untuk Style Bali adalah Pak Jatu (banjar Kebalian), dan Murjayadi (Peninjoan- desa Batuan)  dan beberapa proyek bangunan bertingkat digarap oleh kelompok Pak Surata (banjar Gelumpang).
Beberapa rumah di Sukawati, sekarang sudah dipoles sentuhan arsitek. Seorang arsitek dari banjar saya (banjar Palak) yaitu Bli Duaja, sudah mendesain dan menjadi kontraktor beberapa rumah tetangga. Biasanya itu proyek mahal. Bli yang tukang arsitek ini membawa gerombolan tukangnya sendiri. Saya dengar tukangnya berasal dari Karangasem. Pak tut saya bilang, ada juga seorang arsitek dari banjar Kebalian yang buka kantor di tikungan jalan baru masuk ke desa Sukawati, saya lupa namanya siapa, tapi katanya dia lulusan Surabaya. Pernah saya lewat didepan kantornya, ada tulisan: Jasa Pembangunan Rumah (kalau tidak salah). Saya tahu orangnya, tapi tidak pernah ngobrol dengannya, jadi saya tidak bisa mereka-reka tukangnya darimana.
Tukang-tukang lokal jarang diajak bekerja bareng oleh para arsitek. Sayang, jadinya ilmu mereka tidak bertambah. Padahal ada banyak yang bisa dipelajari, bagaimana membuat rangka atap yang lebih efisien, pengenalan material baru, sampai pada model-model desain baru, seperti pintu, jendela dan lainnya. Belum lagi maraknya variasi aksesoris eksterior lainnya. ketika kami memasang pintu geser di kamar belakang, tidak ada tukang di banjar ini yang tahu cara memasangnya.  Padahal di Bali, surganya karya-karya arsitektur bernilai tinggi. Saya merindukan tukang-tukang ini bisa membuat rumah minimalis dengan anggaran minimalis juga, bukan maksimalis. Andai mereka diberi kesempatan untuk ikut belajar juga.
Ada beberapa teman yang bersuara sumbang, kenapa masih mau memakai tukang Bali, sudah ongkosnya mahal (karena harian) banyak liburnya pula. Jangankan tukang, secara keseluruhan orang Bali memang banyak liburnya, saya teringat seorang teman berkata: ya itu dia singkatannya BALI, BAnyak Libur!. Kata Tude sepupu suami saya, itulah kelemahan tukang Bali ketika masuk ke dunia industry. Di dunia industry ada kata target dan tengat waktu.
“saya mengerti kita sebagai orang Bali, banyak kesibukan, upacara dan adat. Saya paham karena saya juga begitu, tapi kalau bicara bisnis, sebagai pemodal saya rugi dong kalau tukang saya liburnya banyak”. Kata Tude, saya paham.
Bekerja dengan upah harian juga menjadi hal yang ringkih ketika mereka juga mengorbankan banyak waktu untuk melayani adat dan upacara agama. Sementara banyak kebutuhan tidak bisa menunggu untuk dipenuhi, anak sekolah, urunan untuk banjar, upacara agama dan lainnya. Banyak yang kemudian merangkap kerja lainnya. Sebagian besar menjadi petani penggarap atau buruh serabutan. Ada juga beberapa yang menggarap tanahnya sendiri. Tapi tidak banyak, hanya beberapa! Pekerjaan menjadi petani bisa mereka lakukan bergantian, pagi hari ke sawah, siang bekerja bangunan, dan sore kembali menengok sawah. Namun ketika musim tanam atau musim panen tiba, mereka terkadang harus sewa buruh juga, dengan upah harian 60 ribu. Hasilnya kemudian, dibagi juga dengan pemilik tanah.
Sebelum mulai mengerjakan proyek, para tukang minta untuk di buatkan banten (sesajen). Tujuannya untuk supaya proyek berjalan lancar baik dan juga sekalian minta izin kepada penghuni skala (alam terlihat) maupun niskala (alam tidak terlihat). Namun meski begitu, resiko kecelakaan kerja juga tinggi membayangi kerja mereka. Sebagaimana model buruh mandiri lainnya. tukang bangunan ini tidak mempunyai, asuransi. Jadi ketika mereka mengalami kecelakaan kerja, mereka membiayai biaya pengobatan, dokter dan lain sebagainya. Tapi tergantung juga orang yang mempekerjakan, kadang mereka mau ikut membayar, tapi ada juga yang acuh. Pernah kami membayar 600 ribu untuk rontgen dan pengobatan. Ceritanya waktu itu, ada tukang yang bekerja di rumah, jatuh tertimpa pohon pisang. Dia terpeleset, terus memeluk pohon pisang, dan pohon pisang itu menimpanya. Dia langsung terkapar tidak bisa bangun, setelah di rontgen, katanya ada pengapuran di tulang belakang. Akibatnya dia tidak boleh mengangkat beban berat. Bagaimana itu ceritanya tukang bangunan tidak boleh mengangkat berat-berat?. Bli Rasta juga sudah mengeluh, istirahat 2 hari membuat upah hariannya melayang. Berat! Apalagi menjelang Hari Raya Galungan.
Nah, kalau ditanya kenapa kami lebih memilih tukang Bali?. Ya begitulah.

1 Komentar:

Pada 10 Februari 2013 pukul 07.45 , Blogger RHEI TAMARINDI RADIX mengatakan...

mbak tolong bapak tukang style bali...pak jatu atau pak murjayadi...sedang diperlukan oleh p.mangku sunya...nomer hp:085222555444....semoga ada kecocokan. terima kasih.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda