Jumat, 03 Juni 2011

Saya dan Pikiran Negatif

Saya adalah orang yang berpikir dalam perspektif negative dalam segala hal. Saya orang yang masuk dalam kategori takut perubahan, mual terhadap kritik, takut memulai sesuatu yang baru (tidak termasuk makanan baru!), dan takut gagal. Saya lebih banyak berbicara dengan pikiran saya daripada dengan orang lain, termasuk dengan anak-anak saya. Mungkin itu sebabnya mereka menjadi anak-anak yang sedikit rewel. Saya sangat sensitive melihat perubahan perilaku orang-orang disekitar saya. Alih-alih menanyakan alasan dibalik perubahan perilaku itu, saya cenderung menganalisa factor “mengapa” itu dalam otak saya.  Setelah kalkulasi banyak factor yang kira-kira menjadi penyebab, saya kemudian memutuskan bagaimana harus bersikap menghadapi perubahan itu. Hasilnya? Saya bagaikan seekor katak yang mencari tempurung untuk berlindung, sampai situasi aman.
Buruknya  ditambah lagi saya termasuk orang yang memperoleh informasi dari mendengar bukan membaca. saya lebih senang mendengar orang ngobrol daripada harus membaca buku. Pengecualian untuk beberapa buku seperti Da Vinci Code, Arus Balik dan teman-temannya, saya bisa membaca dengan sistem kebut semalam (SKS).  Jadi teman-teman saya adalah orang yang bisa menjadi media penyubur atau penekan pikiran negative saya.
Belakangan ini saya merasa pikiran negative saya mulai mencerminkan perilaku saya. Awalnya berasal dari seorang tetangga yang membuang muka setiap melihat saya dan ibu saya. Saya tidak tahu alasannya. Selidik punya selidik, rumor mengatakan semua suatu malam dia pernah didatangi sekelebat bayangan (hantu mungkin!), dan beberapa waktu belakangan keponakannya yang masih bayi meninggal sewaktu dilahirkan. Keluarga itu mendatangi seorang paranormal yang mengatakan bahwa bayi tersebut di’makan’ leak. Tertawa? Tentu saja. Dalam masa sekarang ini, masih ada orang yang mau mewarnai hidup dengan asumsi tanpa investigasi. Dan menimpakan ketidak beruntungannya kepada orang lain.
Tentu saja, kami pernah mengalami masa ada orang sakit dirumah, dan akhirnya meninggal. Bapak saya kena Kanker usus besar dan meninggal 3 tahun kemudian. Bagaimana kami kemudian bilang, bahwa kesialan kami dilakukan oleh si Ini dan itu.. memang waktunya dia meninggal karena takdirnya begitu. Nah kalau diusut kenapa dia bisa kena kanker, itu malah bisa diperkirakan, mungkin karena factor makanan atau mungkin juga karena sakit hati. Mengapa sakit hati? Karena bapak saya adalah orang biasa yang mempunyai pikiran kritis yang tidak biasa dilingkungannya yang biasa. Karena itu, menjadi sesuatu yang biasa kemudian keluarga kami dikucilkan dan dipergunjingkan.  Nah, apakah dari lingkungan inilah saya tumbuh, lingkungan yang selalu menganggap keluarga ini aneh. Lingkungan yang menilai manusia dari kapital, lingkungan yang menciptakan masyarakat bayangan. Bersatu untuk suatu tujuan yang tidak jelas.
Sejarah yang membentuk seseorang, saya merasa warna jengah dalam kehidupan saya muncul lagi. saya tidak tahu siapa yang saya perangi, saya menjadi diam ditengah kemarahan saya pada sesuatu yang tidak jelas didalam kepala saya, apakah ditujukan kepada mereka? Mengapa? Apa karena mereka berada pada kondisi ‘kegelapan’ menurut saya? Atau saya yang berada pada kondisi ‘kegelapan’ menurut mereka?.
Memang mempunyai pilihan beda dalam hidup, menjadi sepi teman…

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda