Selasa, 21 Juni 2011

Klub Istri Taat Suami

Baru-baru ini ada komunitas baru muncul di Malaysia, sekelompok perempuan Muslim Malaysia meluncurkan platform baru yaitu Club Istri Taat (the Obedient Wives Club). Kelompok ini berdiri dengan tujuan untuk mengekang penyakit sosial seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga dan prostitusi.

Menurut artikel yang di muat di sebuah Koran Inggris, the Telegraph (6/3/2011), para istri yang tergabung dalam kelompok ini akan diberi instruksi bagaimana cara “patuh, melayani dan menghibur” suami-suami mereka untuk mempertahankan harmoni pernikahan dan mengurangi resiko suami mereka akan tersesat atau berlaku maksiat.

Dalam artikel itu menyebutkan bahwa pada pertemuan perdananya di Kuala Lumpur hari Sabtu akan mulai dengan pidato-pidato dan sebuah pameran untuk memberi gambaran bagaimana perempuan harus membuat suaminya senang dan puas.

Salah seorang pendiri klub tersebut, Maznah Taufik – yang juga mendirikan Klub Poligami dua tahun lalu – mengatakan banyak perselisihan perkawinan diakibatkan oleh kegagalan para istri yang tidak taat menyenangkan suami-suami mereka.

“kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena para istri tidak patuh pada perintah suami”, kata istri Maznah. “Seorang laki-laki harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan istri, tetapi istri harus patuh pada suami”. Istri Maznah juga mengatakan bahwa klub ini akan menekankan bahwa para istri harus memberi kehidupan seks yang menyenangkan untuk suami sehingga mencegah para suami untuk menyimpang ke pelacuran.

“Untuk menghibur suami adalah kewajiban” katanya. “Kalau tidak, suaminya akan berpaling ke wanita lain.. dan rumah tangga akan berantakan”.

Nah menurut saya, yang ini saingan dengan Klub suami takut istri. Bedanya, klub suami yang takut istri tidak benar-benar ada. Itu mungkin semacam ejekan dari sesama suami untuk temannya yang dianggap lebih kompromis terhadap istri. Saya menyadari bahwa masing-masing orang mempunyai sudut pandang yang berbeda menyikapi ini sesuai dengan keyakinannya. Menurut saya, pasangan suami istri tidak harus takut satu sama lain, tetapi lebih simpati dan berempati. Soalnya masing-masing juga sama-sama manusia yang mempunyai kebutuhan individual dan sosial yang sama.

Pernah saya membaca (lagi-lagi saya lupa dimana), bahwa ada segitiga yang manis untuk menyangga sebuah pernikahan: Cinta, Komitmen dan Keintiman. Apabila salah satu sudut, porsinya timpang, maka pernikahan juga timpang. Misalnya hanya ada cinta dan komitmen minus keintiman? Nah, ini peringatan bagi pasangan yang melakukan hubungan jarak jauh, termasuk saya... anda bisa membayangkan yang lainnya lagi? cinta dan keintiman? Tidak ada komitmen? Atau keintiman dan komitmen? Tidak ada cinta?.

Saya setuju unsur taat itu harus ada, mungkin mungkin sebaiknya ia dimasukkan ke dalam unsur komitmen. Menurut saya, beda rasanya ketika kita memasukkan unsur komitmen alih-alih taat, karena pada komitmen, posisi perempuan itu sama dengan laki-laki, yang mempunyai tujuan yang sama dan kemudian mengikatkan diri untuk bekerjasama mencapai tujuan yang diimpikan. Bahwa keduanya harus taat pada apa yang di komitmen-kan itu yang menjadi sebuah keharusan.

Pernikahan menurut saya bagaikan sebuah makhluk hidup, dia bisa berkembang sesuai ruang dan waktu. Bagaimana sepasang suami istri akan memelihara dirinya dan membuat masing-masing pasangannya menjadi orang yang lebih baik (saya seakan-akan sudah menjadi Pak Mario Teguh). Karena pada akhirnya, yang pasti kita akan mati toh? Kenapa harus meributkan masalah kekuasaan?

Dan untuk urusan “memuaskan” suami? Bagaimana kalau suami juga belajar bagaimana cara memuaskan istri?. Kalau sama-sama puas, bukankah itu lebih memuaskan?.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda