Minggu, 06 Februari 2011

Dadong Mani: bekerja untuk mengisi hidup

Sate kakul adalah salah satu menu andalan di warung I Nyoman Mani (75) yang terletak di sebelah selatan pasar seni Sukawati.  Sate ini terbuat dari daging siput sawah yang dicampur dengan berbagai bumbu dan kelapa. Rasanya sangat enak, gurih dan berbumbu.
Di usianya yang sudah senja, Dadong Mani- begitu kami sering menyapanya – masih aktif berjualan di warung kecilnya yang berukuran 2x2 meter. Di warung ini Dadong Mani menjual beragam makanan ringan seperti rujak kuah pindang, bubur nasi Bali, jukut (sayur) urab, pisang goreng, pisang rebus dan berbagai makanan ringan kemasan untuk anak-anak kecil.
Dadong Mani adalah tipe wanita Bali yang pekerja. Meski anak-anaknya sudah mandiri, ada yang pensiunan pegawai pemda, pensiunan guru, dan pedagang serta cucu-cucunya juga sudah bekerja semua bahkan ada yang bekerja di Amerika Serikat, dia menolak untuk disuruh istirahat saja. Baginya bekerja bukan sekedar mencari uang, tetapi juga hiburan untuk menjalani sisa hidupnya.
Setiap pagi Dadong Mani pergi ke pasar Sukawati yang jaraknya hanya 150 meter dari rumahnya. Dia membeli barang-barang untuk keperluan warungnya. Dengan modal yang terbilang kecil, dia harus pandai-pandai membelanjakan uangnya agar warungnya terlihat meriah dengan berbagai penganan untuk dijual lagi. Setelah dari pasar, dia langsung membuka setengah pintu warungnya sambil mengolah makanan yang akan dijual. Sekitar jam 11, ketika acara memasak sudah selesai dia baru membuka pintu warung lebar-lebar. Kadang-kadang di siang atau sore hari, kalau dagangannya habis, dia menggoreng lagi pisang goreng atau apapun bahan yang masih tersisa.
Tubuhnya kurus. Selalu dibalut dengan baju kebaya dan kamen batik. Tingginya tidak lebih dari 140 cm. Tubuh kecil itu kadang membungkuk menahan batuk. Penyakit orang tua katanya.
“Saya terbiasa kerja. Kalau tidak kerja, badan saya sakit semua.” Katanya sambil mengaduk bumbu rujak kuah pindang pesanan saya.
Sebagian besar orang lanjut usia di desa Sukawati membuat canang atau alat upacara lainnya untuk dijual di pasar oleh anak atau cucunya. Terutama yang perempuan. Kalau tidak mereka akan mengasuh cucu atau cicitnya. Sebagian besar orang tua usia produktif bekerja keluar rumah. Namun, kegiatan mengasuh tidak disukai lagi oleh Dadong Mani. Masanya mengasuh anak sudah lewat. Dadong Mani berkilah mengasuh anak-anak sekarang lebih capek.
“Anak-anak sekarang nakal-nakal. Saya pusing melihat tingkah mereka. Biarlah menantu-menantu saya yang mengurusi mereka” katanya.
Warung Dadong Mani tutup hanya kalau dia sakit. Bisa tutup sehari atau dua hari. Dia tidak mau tutup terlalu lama untuk masa pemulihan. Tambah sakit katanya.
Sebagaimana orang tua seusianya, Dadong Mani adalah saksi hidup perubahan dari jaman Belanda sampai sekarang.
“Waktu zaman Belanda dulu, untuk makan saja susah sekali. Sering kami makan nasi sela (nasi campur ubi). Berasnya sedikit, sela-nya yang banyak”. Kenang Dadong Mani
“Zaman Nippong (Jepang), saya baru menstruasi. Kami perempuan tidak berani keluar, kalau keluar sengaja kami mandi lumpur biar terlihat jelek”. Kata Dong Mani sambil menyerahkan rujak mangga kuah pindang itu.
“Tapi yang paling mengerikan waktu Gestok (G30S/PKI), orang-orang disini dibunuh oleh orang-orang sini juga. Tidak ada yang berani ngomong, takut diambil juga”. Kata Dong Mani sedih.
Sekarang ini dia bilang semuanya serba enak, ada listrik, aman, barang-barang mudah di cari. Namun sampai sekarang dia selalu merindukan masa muda ketika bersama teman-temannya, menonton pertunjukan drama atau tari-tarian tradisional di bale banjarnya di Banjar Dlod Tangluk.
Hari ini dia tidak membuat sate kakul. Tetapi rujak kuah pindang ditambah ceritanya waktu muda sudah menjadi hiburan sendiri buat saya ditengah kegiatan mengasuh anak.  Kalau anda sering mampir ke Pasar Seni Sukawati, mampirlah ke warung Dadong Mani. Siapa tahu anda beruntung dapat membeli sate kakulnya yang enak. Atau kalau tidak rujak kuah pindangpun terasa sedap ditambah dengan minuman dingin. Jangan lupa pancing dadong bercerita, dijamin dia akan bercerita panjang, karena pada dasarnya dia suka bercerita. Sama seperti saya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda