Rabu, 02 Februari 2011

GALUNGAN CHINA


Surat kabar hari ini banyak menulis tentang hari raya imlek dan tentu saja masyarakat keturunan China yang sebagian besar merayakannya. Berbagai iklan di media massa ikut memeriahkan perayaan Imlek yang tahun ini jatuh pada tanggal 3 Februari. Tahun baru China ini merupakan tahun kelinci emas berdasarkan urutan Shio dalam kalender China.  Kelinci melambangkan keanggunan, sopan santun, nasihat baik, kebaikan dan kepekaan terhadap segala bentuk keindahan. Di Sukawati, kami mengenal Imlek sebagai Galungan China.

Setelah membaca Koran, saya lalu ingat pada kenangan lama bersekolah di tengah-tengah pemukiman multi etnis. Saya adalah murid  SDN 7 Sukawati. Sekolah saya ini merupakan kawasan pemukiman pendatang dari Jawa Timur dan keturunan China. Teman sekelas saya ada juga yang keturunan China, saya lupa namanya. Waktu itu dia adalah orang dengan kategori tampan. Hanya, saya jarang bergaul dengannya.

Ketika saya kelas 2 SD, saya diberi uang jajan Rp. 100. Maklum kedua orang tua saya ‘hanya’ guru. Saya ingat, suatu saat saya suka sekali membeli jaja potongan (saya tidak tahu memadankannya kedalam bahasa Indonesia) di Mak Giok (sekarang sudah meninggal). Mak Giok membuat kue itu yang dibantu oleh karyawannya yang berasal dari banjar Tebuana. Untuk mempercantik tampilan kue, mereka membuang pinggirannya. Namun pinggirannya itu dijual lagi. Dengan membeli 50 rupiah saya membawa pulang pinggiran kue itu sebanyak satu kresek tanggung. Adik saya, Diah, juga suka pinggiran kue itu. kami suka memakannya sambil duduk di bawah pohon nangka dibelakang rumah kami.

Saya tidak banyak kenangan dengan komunitas China di Sukawati, namun setelah ngobrol dengan bapak mertuanya Diah, Pak De Kit, saya jadi banyak tahu tentang mereka. Pak De Kit (65) adalah anak mantan Bendesa Adat Sukawati, ada beberapa tetangganya dan teman bermainnya sewaktu kecil adalah orang china. Masyarakat china di sukawati hanya ada di dua banjar yaitu Banjar Tebuana dan Banjar Delod tangluk. Kedua banjar ini berada disepanjang jalan raya sukawati disebelah selatan sebelum Puri Sukawati.

Pak De Kit bercerita bahwa keluarga China pada zaman itu terkenal sebagai saudagar besar. Ada beberapa nama terkenal seperti Im (dagang sembako) Ayok (Dagang es batu), Tek An (jual bensin dan bengkel), Cik Kin Yong (jual miniature rumah untuk upacara kematian), Cik Mang Ku (sewa diesel sebelum ada listrik). Tetapi yang paling kaya namanya Cik Am Ben, dia punya perusahaan tahu dan peternak babi. Dia bahkan punya perahu untuk disewakan, kalau ada yang menyeberangi sungai Ceng-Cengan di Sukawati. Tetapi konon, kekayaannya hanyut ketika ada air bah melewati sungai itu.

Berdasarkan ingatan Pak De Kit, orang-orang China ini yang menguasai pasar. Mereka memasok sembako dan barang-barang lain ke Sukawati. Bahkan pernah ada pabrik rokok, Ikan Mas, yang sekarang berlokasi di Pasar Seni Sukawati. Lokasi Pasar Seni Sukawati yang ada sekarang menggusur 2 rumah milik orang China dan 1 rumah milik orang Bali namanya Pak Kaler. Keluarga China yang kena gusur kemudian pindah ke Denpasar.

Komunitas China di Sukawati pernah kocar kacir pada zaman ‘gumi uwug’ tahun 1965 ketika terjadi pembunuhan masal terhadap pengikut PKI. Orang China menjadi sasaran. Ibu Desak Parsini (61) mengingat suara gaduh disebelah rumahnya yang adalah rumah orang China. Tetangganya itu punya pabrik kue. Rumahnya diobrak abrik massa.

"Uang berserakan dan bau dupa harum menyebar kemana-mana. Kami sangat ketakutan. Saya masih SMP waktu itu”. kata Bu Desak

Pak De Kit menambahkan ketika itu banyak orang China yang kena razia, tetapi hanya satu yang ditembak mati. Dia lupa namanya. Orang China ini lama sekali matinya, ditenggarai dia memakai jampi-jampi kebal.
Setelah kejadian G30S/PKI itu, banyak orang China yang kembali ke China. Namun, dari surat menyurat mereka dengan keluarga yang masih disini, kembali ke China merupakan siksaan karena disana mereka harus bekerja keras diperkebunan dan sawah. Kondisi yang sulit bagi mereka yang dulunya kaya sewaktu di Bali. Banyak dari mereka yang kemudian melarikan diri ke Hong Kong dan sekarang sudah sukses. Uniknya kata Pak De Kit, sebelum keluarga China ini hendak kembali ke China mereka mendadak belajar menari Bali dan bermain gamelan Bali.

Tu De, anak Pak De Kit menambahkan komunikasi keluarga China di Bali dengan keluarga mereka yang ada di Hong Kong masih terjalin dengan baik. Kadang-kadang orang China Bali yang di Hong Kong akan pulang ke Bali menghadiri kematian sanak saudaranya yang disini. Tetapi banyak juga yang datang hanya sekedar berlibur.

“Ada paman temanku (orang China) yang sukses hanya menjadi tukang cukur di Hongkong. Dia sering meledek keponakannya yang punya usaha toko bangunan. Dia yang hanya tukang cukur sudah 5 kali ke Bali sementara keponakannya yang bos belum pernah ke Hong Kong” ujar Tu De senyum-senyum.

Rumah orang China di Sukawati terbilang sangat sederhana meskipun dilihat dari usahanya mereka bisa dibilang mampu. Namun, kata Bu Desak, rumah anak-anak mereka yang di Denpasar rata-rata bagus dan bertingkat.

Orang China di Sukawati juga membuat sesajen seperti halnya orang Hindu Bali. Mereka berbaur dengan baik dengan masyarakat setempat. Namun mereka tidak ikut masuk sebagai anggota banjar adat, hanya banjar dinas.

“Di hari Galungan China (Imlek), masakannya enak-enak. Babi kecapnya enak sekali. Orang disini tidak bisa membuat seenak mereka, ehmm” kata Tu de.

Ada satu klenteng di Sukawati tepatnya di Banjar Tebuana. Untuk Imlek tahun ini, klenteng sudah berhias diri dengan hiasan berwarna merah. Tidak lupa satu batang tebu menghiasi klenteng dan juga didepan tembok rumah orang-orang China di Sukawati.
 
Besok adalah Galungan China, namun hujan sudah mengguyur Sukawati seharian ini. katanya hujan adalah pertanda baik pada hari Imlek. Itu pertanda bahwa Tuhan memberi berkah atas doa-doa mereka di hari itu. Selamat hari Imlek untuk semua warga China di Sukawati. Gong Xi Fa Cai! Bolehlah kalau kita berbagi babi kecapnya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda