Jumat, 28 Januari 2011

Ryan dan Nara


Ada permintaan dari suamiku, agar aku nulis diblog lagi. Sudah lama cuti nulis, jadi kagok memulai lagi. Dia kasih saran bagaimana kalau menulis tentang perkembangan anak tanpa bapak mereka disampingnya, atau sebenarnya lebih tepatnya tentang curhatan seorang ibu dengan dua orang anak laki-laki terhadap minimnya partisipasi suami dalam pengasuhan anak. Seperti membuat judul skripsi saja. Permintaan sederhana tapi sedikit sulit untuk direalisasikan. Ekspresi, celotehan, kenakalan fisik, ehmm rasanya kurang kalau dituturkan lewat media tulisan. Mungkin kalau divideo-kan akan lebih bagus cakupannya.
Oia, sekarang ini kami sudah mempunyai dua orang anak laki-laki. Anak pertama kami namanya Rakryan Teja Abhimata, panggilannya Ryan. Umurnya sekarang sudah dua tahun. Jarak usia dengan adiknya lumayan dekat, hanya 22 bulan. Bulan September lalu, kami dianugerahi seorang anak laki-laki lagi. Nara Wikan Pramodana, begitu namanya tapi kami biasa memanggilnya Nara. 
Aku sekarang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja, tanpa ada selingan pekerjaan lain. Kalimat ini berarti aku mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh anak dengan gaji dari suami. Tapi ada yang rancu dengan kata “Gaji” karena itu juga termasuk dengan pengeluaran anak-anak dan biaya kebutuhan sehari-hari. Enaknya, kalau kurang bisa minta lagi hahaha…
Sehari-harinya aku disibukkan dengan aktivitas kedua anakku. Bangun pagi, memasak, memberi sarapan Ryan (perjuangan berat dipagi hari), mandiin anak-anak, menyusui nara, menidurkan Ryan, menidurkan Nara (perjuangan berat pertama di pagi menuju siang hari), memberi makan siang Ryan (perjuangan beraaaat kedua di siang hari, sebagian besar hanya mau 4-5 kali suapan!, ngajak main Ryan diselingi dengan menonton tv dan menyusui Nara, menyapu halaman dan ngepel, mandiin Ryan dan Nara, kasih makan malam ke Ryan, menyusui Nara dan menidurkannya (perjuangan berat di malam hari), menidurkan Ryan, sesekali buka internet (kalau tidak ngantuk berat), terus tidur dengan sesekali bangun untuk menyusui Nara. Besoknya, berulang lagi kegiatan yang hampir sama. Besoknya, dan besoknya lagi.
Lumayan monoton dan hampir mati kebosanan, hiburan utamanya adalah perkembangan anak-anak dengan kejutan-kejutan lucu yang mereka sajikan setiap harinya. Kadang lucu kadang meroketkan tensi sampai tekanan darah naik ke ubun ubun. Kepala dikaki, kaki dikepala. Biang keroknya, tentu saja Ryan. Dengan Nara perjuangannya adalah bagaimana membuatnya tertidur nyenyak. Dia adalah bayi yang sulit tidur. Seharusnya bayi dengan ASI, berat badannya akan naik dengan cepat. Tapi dia tidak, berat badannya naik merangkak sedikit demi sedikit. Jadi dia tidak montok, seperti bayi-bayi yang biasanya menang lomba.
Ryan ini yang paling banyak ulahnya. Kebiasaan barunya adalah mengucapkan kata “eng nyak” (tidak mau), “auk” (gak), “ee lung” (ee jatuh), “alap taba” (metik cabe). Oia teringat cabe, beberapa hari yang lalu ada kejadian lucu tapi menyedihkan. Ryan menggosok matanya dengan cabe, asli pedes. Pipiku yang kena gosokan matanya aja udah perih. Kebayang deh penderitaannya Ryan. Kelopak matanya sampai merah, kayak make up orang-orang buta di film-film. Dia merangkulku erat, “udah, udah” katanya. Dia pikir aku menghukumnya. Sia-sia aku bilang bukan ibu yang bikin mata Ryan pedes, tapi tangannya Ryan abis pegang cabe. Namanya juga anak umur 2 tahun, mana ngerti kalimat panjang begitu. Aku hanya memeluknya, setelah itu membasuh matanya dengan air dan mencoba menidurkannya. Dia masih teriak-teriak kesakitan sambil menangis. Kuajak dia ke sudut rumah yang anginnya sepoi-sepoi, akhirnya dia tertidur juga. Setelah itu baru kuoleskan dengan minyak kelapa. Ajaibnya 30 menit setelah itu, kelopak matanya udah berangsur pulih lagi. tokcer deh!
Belakangan Ryan juga suka memukul dan melempar. Ada aja barang yang dilemparnya. Jarang sekali ada mainan yang usianya lebih dari sehari. Mereka hanya “hidup” beberapa jam, setelah  dilempar-lempar sama Ryan, jadi cacat. Kadang dia memukul kepalaku, sambil bilang “apok ibu nah” (tak pukul ibu ya). Ternyata nenekku yang ngajarin kata-kata itu. Aku memergokinya ketika Ryan manjat pohon kamboja, nenekku bilang “tuun, apok nah”. Susah sekali kasih tahu orang tua bahwa ajaran mereka salah. Mereka cenderung bilang orang tua zaman sekarang terlalu banyak aturan dan terlalu berperasaan. Mereka ini merujuk pada nenekku dan ibuku, tentunya.
Oia, kembali lagi ke Ryan. Suatu saat dimukul kepalaku. Kubenamkan mukaku dengan kedua tanganku sambil pura-pura terisak. “hikhikhik, adik Nara, kak Ryan nakal mukul ibu. Nara.. Nara..” Ryan langsung menghampiri adiknya yang kubaringkan ditempat tidur terus bilang “Nara.. Ibu nangis”. Bayanganku, Ryan bilang ke adiknya “Nara, Ibumu nangis tuh! Sana temenin”.
Ah anak-anakku, ada-ada aja kelakukan kalian. Semoga Tuhan memberiku umur panjang untuk melihat kalian bertumbuh. Doaku, semoga kalian sehat selalu, berumur panjang, dan akur bersaudara.

1 Komentar:

Pada 2 Februari 2011 pukul 08.52 , Blogger Veda Santiadji mengatakan...

Parama Dewi menulis blog.
Isi tulisannya selalu kurindu dan ingin kubaca berulang-ulang. Uraian cerdas dan terbuka yang tidak pernah bisa kudengar secara lisan karena ketidakmampuanku untuk tidak berkomentar. Terus menulis ya hunny. I love you always and more when I read your stories..

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda